Rasa takut? Jelas pernah terselip, mengapa? Telinga kanan
yang mendengar “ibu, mbok anak sy di khitbahkan sm anak ibu”
Telinga kiri berdengung “ na, ada yg mau mengkhitbah kamu,
dia serius, ktnya selama belum ada yg mengkhitbah, dia akan mengkhitbah kamu,
entah nantinya ditolak atau diterima, yang penting mengkhitbah dulu”
Tidak wajarkah aku ketika aku takut, hingga akhir
batas waktu kau
tak memiliki keberanian untuk memintaku?
Tak wajarkah aku, ketika aku takut detik ini ternyata tidak
ada rasa yang tersisa disana untukku?
Lalu ini menjadi alasanku mengapa aku enggan mengenal yang
namanya cinta, karna ku yakin ketakutan-ketakutan akan mulai menghinggapiku.
Rasa bertanya yang kadang begitu lekat, “apakah aku hanya
sebagai pengisi kekosongan hatinya seusai dahulu mungkin terisi oleh yang lain?”
Dan memang aku salah, sepasang bola mata telah
menyiratkannya, mengatakan semua bahwa cinta bukan sekadar sebuah kata yang
digambarkan sebagai setangkai bunga, sebatang coklat, seuntai kata-kata manis,
sejuta rangkaian rayu,janji dan lain sebagainya. Namun cinta mengisyaratkan
sesuatu yang kuat, kokoh, dan suci, yang dengannya sebuah kehidupan akan
dilanjutkan hingga titik akhir.
Ketakutan yang sama sekali tidak berarti, seharusnya cukup
lintas, lewat secepat kilat saja. Karena dia akan menyapa dengan lembut, hadir
dengan penuh kemantapan, membawa sejuta kelengkapan jiwa, dan hati,
mempersiapakan suatu kehidupan baru.
Bunga mawar, coklat, janji manis, kata-kata gombal dan
sebagainya kini hanya dibuang ke tong sampah, karna bahkan pernikahan suci
mempersiapakan sebuah taman surga yang indah dan lengkap seisinya.
Maaf, karna pernah melintaskan itu semua difikiranku
Maaf jika aku begitu sensitif merasakan kecemburuan
Maaf jika aku fikir engkau memilihku hanya untuk mengisi
hati yang kosong
Maaf jika aku seringkali menjadi egois bagimu…
Bahkan permohonan maaf ku ini semua rasanya begitu kecil
dibandingkan dengan ketaatanmu wahai pemuda shalih…
Jiwa dan hatimu yang tunduk mengajarkanku banyak hal,
membuka tabir mata untuk memandang lebih baik.
Wahai pemuda shalih, jika benar engkau memiliki cinta suci
itu karna Allah, maka aku tak akan pernah memandang kebelakang. Apapun yang ada
dibelakangmu menjadi hakmu seorang untuk membenahinya, aku akan menatap
kedepan, dimana mempersipkan segala hal untuk kita memanam saham di surgaNya
kelak.
Bahkan kini aku tak lagi peduli, di depan mataku mereka
memujimu, menggemarimu. Tapi aku yakin jika benar cinta itu ada dalam hatimu, maka
hati ini pula yang akan memalingkan pandanganku dari itu semua. Bertemu dengan
sosok yang dulu engkau cintai, yang namanya terukir di hatimu? Aku tak mau
memikirkannya, itu menjadi urusanmu, apakah engkau masih menyimpan rasa itu
padanya, atau apakah nama ia masih terukir dihatimu. Aku benar-benar tidak mau
memperdulikannya lagi, yang aku perdulikan dan pentingkan adalah bagaimana
ketika kita bersama kelak, ketaatanku padamu membuat namaku yang terukir di
hatimu.
Semua itu karna aku mempercayaimu
Salam hangat
-ZH-
0 komentar:
Posting Komentar